Selasa, 16 Juni 2015

Taman Kota, Publik adalah Rohnya

TEMEN ..taman ekspresi menteng doc KBBT-agoes

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Ini menegaskan bahwa RTHKP tak sekadar menjadi museum hijau, tetapi juga ruang interaksi sosial. Namun, sudahkah ruang publik benar-benar menjadi diperuntukkan bagi warga?
Keterikatan ruang publik dengan warga dapat dilihat dari keberadaan para “penghuni taman” yang tak semata-mata datang sebagai pengunjung. Mereka merupakan komunitas-komunitas yang kerap berkumpul di taman kota, menghidupkan ruang publik, dan berpotensi memberikan roh secara berkelanjutan.
IKLAN KOMPAS/CECILIA GANDES

Klasikamus
Taman Menteng diresmikan Pemprov DKI Jakarta pada 28 April 2007. Selain menambah ruang terbuka hijau (RTH), pembangunan taman ditujukan sebagai sarana rekreasi publik.

Isu mengenai pemanfaatan ruang publik juga menjadi perhatian Komunitas Baca-Baca di Taman (KBBT). Komunitas ini setia menghuni Taman Menteng, Jakarta Pusat, setiap Sabtu malam. Sekitar pukul 19.00, mereka mulai berkumpul di depan rumah kaca, menggelar kain hitam, dan menata buku-buku. Siapa pun bisa membaca secara cuma-cuma. “Mau pintar, kenapa mesti bayar?” Lontaran satire yang selalu digaungkan KBBT.
“Lahirnya KBBT dilatarbelakangi adanya kegelisahan yang sama. Jakarta punya ruang terbuka, lalu mengapa tidak dimanfaatkan? Terlebih lagi, untuk kegiatan yang positif dan nonprofit,” ujar Edwan M Dirgantara (28), salah satu penggiat.
Tujuh orang yang dikenal dari lingkaran relasi yang berbeda-beda berdiskusi dan mulai beraksi meski tanpa nama. Kala itu, Bundaran HI masih menjadi tempat persinggahan pertama. Mereka menggelar alas dan memajang majalah Komazine terbitan independen. Warga Ibu Kota yang lalu lalang bebas membaca tanpa membayar.
Karena terlalu bising dan penuh polusi, lokasi berpindah. Setelah mengobservasi sejumlah taman kota, dipilihlah Taman Menteng sebagai tempat berkumpul. Taman tersebut ingin dihidupkan kembali. Hingga pada akhirnya, 1 September 2012 dicatat sebagai tanggal lahir KBBT.
“Membaca itu untuk semua orang, bukan hanya orang-orang tertentu yang sering kali dinilai sebagai kutu buku atau orang yang kaku,” ujar Edwan. Keberadaan KBBT di ruang terbuka pun secara tidak langsung mengundang bocah-bocah cilik dari kalangan marjinal ikut menyentuh buku. “Kalau biaya sekolah tidak terjangkau, orang bisa belajar di taman. Ki Hajar Dewantara pun lebih menggunakan istilah ‘taman siswa’, bukan ‘sekolah siswa’. Taman merupakan tempat yang menyenangkan.”
Keinginan untuk menyadarkan kembali status taman sebagai ruang publik ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Padahal, taman bisa dijadikan sebagai ruang alternatif tempat berkumpul, berdiskusi, belajar, rekreasi, dan berinteraksi di tengah maraknya pembangunan gedung-gedung bertingkat. Jakarta tak melulu tentang mal.
Sabtu malam memang jadi waktu berkumpul KBBT karena menyesuaikan jam kerja para penggiat. Sayangnya, malam terkadang semakin gelap akibat lampu rumah kaca yang sewaktu-waktu bisa saja dimatikan. Malam juga bisa lebih terasa dingin dan basah sewaktu musim penghujan. Hanya ada teras rumah kaca yang bisa diandalkan untuk tempat berteduh. Ikon Taman Menteng tersebut lebih banyak digunakan untuk pihak-pihak yang mampu membayar harga sewa untuk kepentingan tertentu.
Selain membaca buku, banyak kegiatan yang diagendakan setiap minggu. Misalnya, Mikir Keras (Miras) yang mengajak orang-orang untuk berdiskusi dengan orang yang ahli di bidangnya, Bincang Ringan (Bir), dan Kumpul dengan Teman (Kudeta). Ada pula kegiatan menggambar di taman, baca puisi di taman, atau Taman Ekspresi Menteng (Temen). Setiap orang bebas mengikuti kegiatan KBBT, berkolaborasi, bahkan turut mendonasikan buku-buku.
Kini, KBBT digawangi Edwan dan 3 penggiat lainnya, yakni Agus (26), Azis (27), dan Rahmad (21). Masih banyak ide yang ingin direalisasikan, termasuk bekerja sama dengan para penulis dan menjadikan taman sebagai tempat peluncuran buku.
“Berharap taman dikembalikan ke kodratnya. Ruang publik ya untuk publik, bukan untuk orang yang berduit. Kadang-kadang kalau ada yang berani menyewa, kita justru disingkirkan,” pungkas Agus. 
[CECILIA GANDES PW]

Jumat, 12 Juni 2015

Baca Asyik di Taman

baca asyik di taman menteng bersama KBBT doc KBBT(dimas)

Sabtu minggu lalu, saya pergi ke sebuah taman di pusat kota Jakarta. Kehadiran taman kota di Jakarta memang menjadi kebutuhan dan sejak beberapa tahun lalu pemerintah daerah DKI Jakarta mewujudkan kebutuhan warga ini, jadilah taman semakin eksis di kalangan masyarakat ibu kota. Menurut saya taman sudah beralih fungsi, bukan hanya sekedar untuk ditanami pohon-pohon agar terlihat lebih hijau. Semakin beragam aktivitas yang dilakukan warga, tidak hanya sebatas nongkrong, tempat baby sitter nyuapin anak-anak asuhannya, dan jalan-jalan sore. Banyak komunitas saat ini menggunakan taman untuk melakukan kegiatan positif mereka, salah satu taman kota yang sering disambangi oleh berbagai komunitas adalah Taman Menteng, yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat.

Malam itu saya sudah ingin kembali ke rumah, ketika langkah saya terhenti dan memutuskan untuk berjalan kembali. Saya melihat ada tumpukan buku dan majalah yang diletakkan di atas kain berwarna merah-hitam. Sederhana penampilannya, tapi mampu menarik perhatian saya. Sedikit berbincang dengan teman-teman yang berada disitu, saya akhirnya tahu mereka adalah Komunitas Baca di Taman. Usut punya usut, mereka memiliki hobi yang sama, membaca, dan ingin memanfaatkan ruang publik; intinya mereka ingin memasyarakatkan membaca. Wah, saya baru tahu ada komunitas unik yang sesuai dengan hobi saya seperti mereka! Saya pun mencoba membaca buku-buku yang mereka bawa, merasa buku membutuhkan waktu lebih lama untuk dibaca (karena saat itu saya harus pulang), saya mengambil salah satu edisi majalah. Tertulis di sampul depannya: KOMAZINE, bukan majalah komersil. Saya penasaran dengan isinya. Benar dugaan saya, seru! Tidak jauh dari perbincangan-perbincangan filosofis dan (saat itu yang saya baca) menyangkut kapitalisme. Coba semua orang bisa baca hehe.

Komunitas ini selalu ada di Taman Menteng (dekat rumah kaca) setiap akhir pekan, biasanya mulai pukul 18.00 atau 19.00. Agenda yang ada antara lain diskusi buku ringan, akustikan, dll. Ah seru juga bisa bertemu dengan komunitas ini. Mungkin lain waktu saya bisa mampir kembali :)

P.S: Jika ingin mengenal mereka lebih dekat, coba hubungi melalui twitter mereka di @bacaditaman.

Irene Swastiwi V. K. @swastiwii


SEBARKAN BUDAYA MEMBACA DARI DEPAN RUMAH KACA

doc: intan provoke #94 


Mau teknologi terus berkembang sampe bikin kita keriting,
Tapi membaca buku itu tetap penting!

Berangkat dari kegelisahan 6 orang yang merasa harusnya buku jadi sesuatu yang gampang didapet, Edwan, Aziz, Agus, Edi, Dimas,dan Apri akhirnya bikin sebuah kegiatan Baca-Baca di Taman tepat dua tahun lalu. “Banyak orang yang pengen baca buku, cuma kadang mereka nggak sempet buat dateng ke toko buku atau perpustakaan, jadi kami akhirnya berinisiatif buat mendatangi mereka ke sini biar mereka bisa baca buku,” cerita Edwan sebagai humas Komunitas Baca-Baca di Taman (KBBT) di Taman Menteng.

Dari sekian banyak taman yang ada di Jakarta, menurut mereka Taman Menteng paling strategis sekaligus bersejarah. “Iya dulunya sebelum berubah jadi taman, ini kan stadion sepak bola yang bersejarah bangetbuat Indonesia. Udah gitu, kalo di taman lain (misal:Taman Suropati), udah banyak kegiatannya. Jadi kitamilih di sini, karena belum ada kegiatan yang semacam ini di sini,” aku Edwan lagi.
Konsep baca-bacanya sendiri juga sederhana banget. Kalian bisa baca buku apa aja di sana secara gratis.Baik itu buku bawaan sendiri atau yang disediain KBBT. “Kita kan bagian dari publik dan taman ini kan salah satu ruang publik. Kenapa nggak kita mengisi Taman Menteng ini dengan aktivitas baca buku sebagai bentuk partisipasi kita di negara demokrasi.” Edwan dan kelima temen penggiat lainnya Cuma pengen mengajak orang-orang yang ada di sana buat baca buku. “Kalo nggak baca, minimal bawa buku aja, biar kita di sini bisa saling berkomunikasi. Komunikasi itu kan terjadi karena ada kesamaan. Nah dari sama-sama bawa buku jadinya kan kita bisa ngobrol dan diskusi,” tambahnya.
KBBT selalu hadir tiap malam minggu jam 19.30 sampe 22.30 wib tepat di depan rumah kaca Taman Menteng, Jakarta. Dengan kertas bertulis “Mau Pintar, Kenapa Musti Bayar” yang ditempel di kaca dan deretan buku yang digelar di atas kain hitam sederhana, kalian bisa dengan gampang menemukannya. Buku-buku yang mereka sediakan juga bervariasi. Mulai dari buku-buku lama yang susah ditemuin, seperti novel Keluarga Cemara, Larung, komik, buku politik, sosial, budaya, sampe majalah. Mereka juga nggak keberatan buat membelikan buku yang sama kalo kalian mau. “Pernah ada yang mau beli buku yang ada di sini. Cuma karena kami emang sukabuku, jadi nggak bakal kami jual. Tapi kalo bisa kami belikan, nanti kami belikan buku yang sama.” Oh iya, nggak cuma bisa baca buku apa aja secara gratis, kalian juga bisa ikut diskusi bareng dengan topik apa aja. Mulai dari musik, film, budaya, sampe politik juga pernah mereka bahas. Soalnya KBBT punya dua kegiatan diskusi, yaitu Bincang Ringan dan Mikir Keras. Kalo Bincang Ringan, pembicaranya itu adalah dari temen-temen KBBT, sementara Mikir Keras ada pembicara tamu dari luar. Selain itu, mereka juga sering bikin pementasan budaya, seperti baca puisi.

Nah biar suasana bacanya tambah seru, mereka pun menyediakan ruang buat siapa aja bermain musik. “Banyak juga yang sengaja dateng ke sini, bukan buat baca buku, tapi buat akustikan. Dan itu kita bebaskan. Lumayan buat bikin suasana jadi meriah dan nggak bosen,” kata Edwan yang mengaku kalo tim KBBT akhirnya ikut bikin band juga bernama Infus. 

Tapi yang namanya menggunakan fasilitas publik,pasti ada aja yang kendalanya. “Macem-macem sih. Awal kami di sini, kami dianggap aneh. Taman kan biasanya tempat pacaran. Kami juga pernah dicurigai menjual buku sampe-sampe lampu dari rumah kacayang jadi alat penerang utama kami buat baca, pernah dimatiin secara sengaja. Akhirnya ada pembaca yang nyeletuk deh, Baca-baca apaan gelap-gelapan gini? Nggak jelas. Ya untungnya kami tetep konsisten. Jadi, ya udah terus aja,” cerita Edwan. Sejauh ini, kata Edwan orang-orang mulai sadar sama keberadaan KBBT di Taman Menteng. Mulai dari ibu-ibu yang sengaja bawa anaknya ke sini buat baca. Mereka yang kebetulan lewat atau yang sengaja jauh-jauh ke sini buat baca aja. Tapi nggak sedikit juga yang sengaja pengen baca dan bawa buku sumbangan. Pada akhirnya, KBBT dan mereka yang mulai senang baca buku di sana berharap ruang publik ini bisa terus mereka manfaatkan buat kegiatan membaca. “Ke depannya sih kita jangan diganggu-ganggu lagi sama kegiatan-kegiatan komersil, kayak syuting sinetron. Orang yang lagi santai baca-baca terpaksa harus minggir dan pindah dari sini ke sana. Terus ke sana. Ke sana. Sampe lama-lama hak publik itu tersingkir sama kegiatan komersil.”

Ada satu pesen keren KBBT nih dari kutipan Milan Kundera. “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya; maka pastilah bangsa itu akan musnah.” Jadi, mari bawa buku, buka, dan baca-baca di taman. Langsung follow aja twitternya @bacaditaman kalo lo mau lebih tahu lengkap. Mau kasih buku juga boleh banget lho.


 (Intan provoke magazine edisi 94 oktober 2014)

Kamis, 11 Juni 2015

Ehh Baca-Baca di Taman

bacadi taman yeaah

“Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya; maka pastilah bangsa itu akan musnah.”
Milan Kundera

“Memasuki taman seperti membuka sebuah buku: ada lorong yang terang, pohon-pohon hijau yang tersusun seperti kalimat-kalimat yang teratur, atau tumbuh-tumbuhan yang liar terbiar, dan kita terpesona dengan warna-warna bunga, permukaan rata yang sedikit curam, pasir halus serta batu keras yang berlumut disalut waktu.” ( Baharuddin Zainal, Monolog Kecil Tahun-Tahun Gelora). Membaca buku di taman sepertinya menyenangkan dan menyegarkan di ruang terbuka hijau di tengah kota gedung-gedung yang menjulang ke angkasa. Menatap langit sebuah ritual yang menyegarkan membuka pikiran terbuka dan membuang energi negatif terbang pergi menjauh di gantikan  dengan energi yang positif. “Taman seharusnya digunakan oleh masyarakat kota metropolitan yang kekurangan ruang bermain, ruang alternatif. Taman menjadi pilihan bijak untuk di akhir pekan” taman tempat yang gratis dan menyenangkan.

Baca-baca di taman hahaha ..gila taman tempat pacaran, tempat senang-senang tapi membaca adalah sesuatu yang menyenangkan bisa juga pas lagi duduk berduaan di bangku taman dengan pacar. Atau buat yang lagi pingin sendirian Seperti sebuah lagu Cahaya lampu kuning tersamar/ Terduduk tenang / di bangku taman/ setelah lelah nikmati malam/ mata terpejam. “Di Bangku Taman” – Pure Saturday. Kami (baca-baca di taman) pernah didatangi aparat keamanan karena dicurigai apa yang kami jajakan, tapi nyatanya ‘kan kami menjajakan buku, bukan benda mencurigakan, lagi pula buku yang kami jajakan untuk di baca gratis. Pertemuan keempat baru pindah ke Taman Menteng karena lebih nyaman dan menyenangkan”. “Pertimbangan lain, di taman banyak pohon sehingga lebih sehat. Ternyata lebih asik membaca di taman karena bebas polusi dan tidak berisik”apa lagi letak taman menteng yang agak tersembunyi di pusat kota bagaikan sebuah oase di hutan beton yang semakin gersang.

Selain tempat untuk pacaran, rekreasi gratis, berolahraga, kegiatan bertipe relaksasi di taman melahirkan juga sebuah Komunitas Baca Baca Di Taman yang bergiat mengajak berkumpul dan membaca di taman dan berdiskusi ringan . “Kami berangkat dari kegelisahan atas aktivitas membaca yang sudah susah, harga buku semakin tak terjangkau, apalagi belum ada yang mengadakan kegiatan seperti itu di ruang publik. Juga, Taman Menteng adalah taman tertutup, tamannya ada di dalam sehingga tidak terlalu bising”, karena taman adalah ruang publik juga yang bisa di akses siapa pun.

Bawa Buku, Buka dan Baca di Taman, ‘Mau Pinter, Kenapa Mesti Bayar?’ adalah slogan dari komunitas kami yang berdiri tepat pada tanggal 1 September 2012 ini. Kami  menyediakan buku gratis yang merupakan buku-buku sumbangan dan koleksi pribadi para penggiat baca-baca di taman. Jenisnya macam-macam antara lain buku politik, novel, sejarah, sosok yang inspiratif, komik, sastra, filsafat dari magazine hingga zine. Ada sesi diskusi bergulir di antara sesama anggota yang biasanya acranya di sebuat  BIR (bincang ringan) tapi bolehlah sambil nge-bir untuk menghangatkan badan karena semakin malam semakin dingin di taman, ada juga sesi MIRAS biasanya agak lebih di utamakan untuk pembicara tamu yang mau mengisi diskusi. Oh, iya ada KUDETA juga loh di taman tapi kumpul dengan teman biasanya setiap awal bulan. Tak tersa berjalan ternyata sudah dua tahun ini setiap sabtu malam minggu.

Oh, ya sampai ketemu di depan rumah kaca taman menteng, mampir sejenak untuk bersantai dan membuka beberapa halaman buku karena ketemu fisik lebih enak dibandingkan lewat alam maya yang semakin menjadi candu dalam hidup yang mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.

Uu  Jakarta . September 2014 katanya ceria 



Sepotong Cerita di Depan Rumah Kaca


gambar ilustrasi :firman felani


Apa nama komunitasnya?
Namanya Komunitas Baca-Baca di Taman,
Hahhhhhhhh.........apaannnn...........”sambil mengerutkan dahi”
Komunitas Baca-Baca di Taman?????? Komunitas taman bacaan kaleee???
Bukan Rab, Mas, Pak...........nama komunitasnya Komunitas Baca-Baca di Taman (KBBT)

            Masih inget banget  waktu itu kami bareng-bareng mencari tahu semua tentang ruang publik khususnya ruang terbuka hijau atau taman. Gila gak menurut kalian kelakuan security Taman Menteng waktu itu, padahal udah lumayan lama juga KBBT beraktifitas di taman menteng yang sejarah dulunya bekas stadion menteng tempat team kebanggaan sepakbola Jakarta (tetapi kelakuan the JakManianya enggak patut di banggakan) yaitu PERSIJA berlatih di ubah menjadi ruang terbuka hijau, yang sekarang bernama Taman Menteng tetangganya Taman Kodok. Dari gelar lapak baca di depan dekat air muncrat (seberang sevel) yang sekarang menjadi tempat parkir motor liar sampe pindah kedepan rumah kaca sampe sekarang (kalo enggak salah kurang lebih 6 bulan buka lapak baca di Taman Menteng). Teman dari Bekasi lagi asik main skate di ambil papan skatenya sama security, ya mau enggak mau rebut balik papan nya, eh malah tuh aparat nanya.

Punya izin enggak gelar bacaan dan nongkrong disini......................
Inikan ruang publlik Pak, Bebas digunakan untuk kegiatan positif
Ya tetap aja harus punya izin dulu kalo mau bikin kegiatan disini, biar kita sama-sama enak
Oh ....Begitu ya Pak harus punya ijin dulu

Nah loh buat kegiatan positif ditaman harus ada izin, yaudah mau enggak mau dengan terpaksa tutup lapak bacanya dulu deh.

            Tutup buku, beresin gelaran dan balik kiri bubar jalan, bukan berarti bubar juga semangatnya, cari tahu informasi kesana-ksini tentang ruang publik (apa, kenapa dan mengapa ruang publik di buat) amunisi sudah siap.... maju jalan ....menuju Dinas Pemakaman dan Pertamanan ehhhh ternyata benerkan kegiatan positif dan tidak bersifat komersial enggak perlu izin. Malam minngu besoknya kami gelar lagi bacaan dan membuka buku lagi di Taman Menteng ....jenuh membaca ya berdendang bersama kawan-kawan tentang keadaan dan realitas yang terjadi disekitar, teguran dari aparat kemarin bukannya akhir dari intimidasi (walaupun masih bersifat soft) ya begitulah hidup penuh dengan proses ada yang manis dan ada yang pahit.

            Kegiatan apasih, kok namanya gitu, ih enggak jelas gitu deh.............. banyak jg sih yang mencibir KBBT walaupun umurnya sudah 2 tahun tetapi lebih banyak lagi yang suport kegiatan KBBT . Terimakasih yang sudah suport KBBT lewat donasi buku, menghadiri undangan, mengisi di acara BIR (bincang ringan) dan MIRAS (mikir keras), DLL. Banyak cibiran yang datang ya entah itu mempersoalkan nama, penampilan, kegiatan, jargon-jargon , DLL. Buat kami sih anggap saja cibiran itu angin yang keluar dari belakang dan membuatnya menjadi api dan palu sebagi alat untuk menempa mental kami, ya begitulah subculture lawan dari popculture.
Popculture budaya yang dibuat untuk menghegemoni masyarakat khususnya kaum muda kaum yang sudah pasti bakal meneruskan nasib Bangsa ini, kita dibuat menjadi boneka mainan digunakan untuk kepentingan dari sipembuat popculture itu sendiri, budaya apa saja sih yang menjadi fondasi dari popculture/budaya pop, konsumerisme, hedon, individual, selebriti,dll yang secara sadar ataupun tidak sadar kita semua terbius oleh semua itu dan seakan-akan semua itu lumrah padahal semua itu dibuat.

Kok di buat,,......
Yaiyalah dibuat.....

            Mana ada orang lahir membawa kantong belanjaan (konsumerisme), mana ada orang dilahirkan untuk menjadi penggila dunia gemerlap (hedon) dan mana ada orang yang dilahirkan tanpa bantuan orang lain (individual) dan masih banyak lagi deh contohnya di tengah-tengah masyarakat kita, cari ajeee sendiri deh contohnya. Ya begitulah popculture dibuat untuk kepentingan sekelompok orang hanya untuk meraup atau mendapatkan sesuatu yang disebut dengan keuntungan atau nilai lebih dan subculture lahir untuk mendobrak, melawan dan mengingatkan kita semua adalah manusia dan manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia itu mahluk sosial. Terlalu panjang mungkin kalo w terus mengulas apa, kenapa dang mengapa KBBT itu lahir.

Selamat Ulang Tahun KBBT ke 2 Tahun, terus semangat kibarkan budaya tandingan/subculture.

Agoes
tulisan dimuat di KUDETA news letter #2



Taman Oase di Tengah Kota

komunitas baca-baca di taman (doc:edwanov)

Undang-Undang Republik Indonesia No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 29 menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20 persen dari wilayah kota.

Taman-taman kota di Jakarta sangat diperlukan untuk sebagai sumber peresapan air dan juga tempat beraktivitas warganya di waktu luang sebagai ruang terbuka untuk publik. Salah satu taman kota yang terkenal di Jakarta dan paling sering dikunjungi adalah Taman Menteng. Letak taman ini di Jl. HOS Cokroaminoto, Menteng dan merupakan sebuah taman di tengah kota yang memiliki fasilitas berupa gedung parkir, rumah kaca, playground serta lapangan terbuka untuk bermain futsal, basket, joging, dan kegiatan beladiri  yang semuanya hampir beraktifitas dan ramai pada malam hari, karena di saat siang hari taman menteng terasa panas dengan pepohonan yang kurang rindang memayungi dari sinar mentari yang terik.

Awalnya taman seluas lebih dari 2 hektar  ini merupakan sebuah lapangan sepakbola milik Persija. Tetapi lama kelamaan, karena tidak sering dipergunakan, kemudian banyak berdiri bangunan-bangunan tak berizin maupun lapak-lapak kaki lima sehingga lapangan tersebut kehilangan fungsinya dan terlihat sangat tak estetika karena tak terawatt lagi di tengah suasana kota. Akhirnya pada tahun 2007, oleh pemda DKI, lapangan itu kemudian direnovasi hingga menjadi taman yang cantik sebagai ruang publik walau pun pada pendiriannya banyak pro dan kontra. Ada air mancur di beberapa tempat dan jogging track buat mereka yang suka jalan santai dan berlari-lari kecil dan suka berkumpul/kongkow-kongkow, hangout istilah bekenya.

Taman Menteng diresmikan Pemprov DKI Jakarta pada 28 April 2007. Selain menambah ruang terbuka hijau (RTH), pembangunan taman ditujukan sebagai sarana rekreasi publik. Namanya juga taman di tengah kota, taman ini tak pernah sepi dari mereka yang ingin sekedar duduk-duduk atau pun beraktivitas di situ sambil menjalin silaturahmi atau yang berpacaran. Cuma yang agak disayangkan, di  malam hari agak banyak lampu taman yang tidak menyala sehingga sebentar sempat menimbulkan rasa agak kurang nyaman. Tapi buat mereka yang membawa pasangannya, kondisi seperti ini biasanya malah disyukuri oleh sebagian orang yang mau mojok berduaan asoy. Tapi kegelapan selalu saja menjadi tempat empuk para pelaku kriminalitas karena tak terlihat dan cenderung di hindari orang banyak.

Menatap langit yang gelap di taman membuat nyaman. Inilah alternative sebagai tempat menatap langit . Di ruang publik, diskusi sosio-politik berlangsung. Konsep ranah publik Habermas adalah ruang bagi diskusi kritis, terbuka bagi semua orang.  Di ruang publik ini dapat dihimpun kekuatan solidaritas warga masyarakyat untuk melawan mesin-mesin pasar/kapitalis dan mesin-mesin politik yang tak berpihak kepada Rakyat. Ruang publik harus mudah diakses setiap orang. Yeah.. menatap langit malam ini di Taman Menteng.

salam & bahagia

Uu_ ruangmenataplangit





Nongkrong sehabis sholat isya bersama komunitas baca-baca di taman


Bismillah...

Sabtu (10/11/12) malam ini, taman menteng, di bilangan menteng Jakarta, terpaksa harus datang lebih awal setelah sholat isya. Pasalnya,Kita punya janji khusus, ngobrol bareng salah satu komunitas pecinta baca dijakarta. teman-teman dari komunitas pecinta baca Agus,Uu,Kiki, dan Aziz ini datang sekitar pukul 7 malam, dan langsung mengelar lapak manis dipinggir rumah kaca taman menteng. isi taman menteng cukup memiliki atmosfer asik dengan kehadiran mereka. untuk nongkrong sehabis sholat isya rasanya seru untuk berbagi pengalaman dan membahas beberapa topik umum.

Seluk beluk, hingar bingar dan keriuhan pesta malam minggu kita dapati dengan hasil yg sangat fenomenal, di pertemuan pertama kita, kita mendapati teman-teman komunitas pecinta buku yang rendah hati, nyentrik, banyak diragukan namun memperoleh kemenangan semangat yang sangat mengejutkan sekali, bahkan semangatnya terulang-ulang dalam bincang-bincang kita dan saling tak terbantahkan.

Melihat optimisme teman-teman komunitas pecinta baca untuk melakukan perubahan di Jakarta. rasa percaya diri kami akhirnya timbul kembali dan Jakarta insyaAllah bisa berubah dan jauh menjadi baik sekali, dengan budaya membaca. seperti ayat quran yang pertama kali turun, iqro

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." ( Al-Alaq : 1 - 5 )

memang sungguh lemah manusia itu. Menurut pernyataan kami sejenak, kalau ada seorang yang meskipun dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sangat tinggi dengan melakukan berbagai riset, namun orang tersebut tidak mengenal Allah dan RosulNYA, maka sangat tidak bermakna sekali.

Dan tentunya akan semakin tinggi nilai seseorang yang menggunakan akal pikirannya untuk iqra’ tersebut disertai dengan keimanan yang penuh kepada Allah, dan sekaligus mengakui kekuasaan-Nya serta mengakui pula atas kelemahan dan keterbatan dirinya. Jadi dengan demikian kiranya dapat disimpulkan bahwa manusia yang paling bermakna ialah mereka yang mendasari hidupnya dengan akidah yang benar dan mempergunakan akalnya untuk iqra’ dan hasilnya kemudian di sosialisasikan kepada seluruh umat manusia, sehingga akan dapat memberikan manfaat dan bahkan kemaslahatan bagi manusia dan dunia. Kemudian menyusul berikutnya ialah mereka yang mempergunakan akal pikirannya untuk iqra’ dan kemudian menyampaikan hasil iqra’nya tersebut untuk kepentingan kemanusiaan dan kedamaian dunia.

semangat optimis ini bahkan tidak dirasakan warga Jakarta dan sekitarnya saja. bahkan makasar! wow... komunitas mereka hingga nan jauh di mato. MasyaAllah!

Setelah ngobrol selama hampir dua jam dengan kami, teman-teman kami dan komunitas pecinta baca melakukan sesi pemotretan. semua ikut meramaikan sesi foto bareng dengan komunitas pecinta baca.

Di sela-sela foto bareng, beberapa anak komunitas pecinta baca (Aziz) mengutarakan keinginan mereka dengan adanya pertemuan ini.
"nanti kalo fotonya sudah jadi! fotonya buat lo! Kameranya buat gw yah, hahaha..." seru beberapa anak bersautan.
kami tersenyum melihat tingakah teman-teman komunitas pecinta baca.

Untuk itulah kiranya sangat bijaksana manakala sebagai manusia kita mengambil peran sebagai manusia tertinggi yakni mendasari diri dengan keimanan yang benar dan sekaligus mau mempraktekkan iqra’ dalam kehidupan sehari harinya untuk selanjutnya disosialisasikan kepada umat, sehingga diharapkan keberadaan manusia itu dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kemanusiaan dan kesejahteraan mereka serta dunia secara umum.

Semoga awal pertemuan kita ini, seperti awal turunnya ayat quran. Iqro "Bacalah" dan insyaAllah berkelanjutan dengan saling menyambung rahim.

Salam untuk teman baru kami Agus, Uu, Kiki, Aziz dan teman-teman komunitas pecinta baca lainnya..

*sumber : masdiko
Dimuat di Shalih TV – Ahlusunnah

https://www.facebook.com/ShalihTV/photos/a.392735420795100.85262.106352506100061/392950387440270/?type=1&hc_location=ufi


membaca buku berkenalan dengan teman baru

komunitas baca-baca di taman depan rumah kaca

"Membaca buku untuk pertama kalinya seperti berkenalan dengan seorang teman baru; membacanya untuk kedua kali seperti bertemu dengan teman lama."
~ Anonim, peribahasa Cina

kutipan buku

baca-baca di taman doc komazine
"Membaca tanpa merenungkan ibarat makan tanpa mencerna."
~ Edmun Burke
...komunitas baca-baca di taman